Minggu, 18 September 2016

Pentingnya Membangun Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata

Curug Puncak Manik - Cibenda


Masyarakat sebagai komponen utama dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan pariwisata daerah yang ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi masyarakat.

tempat pertunjukan yang berada dikaki bukit sawah terasiring Imogiri Bantul



A. Latar Belakang

Era otonomi daerah sebagai implikasi dari berlakunya UU No. 32 tahun 2004, memberikan peluang bagi setiap Pemerintah Kabupaten/Kota untuk merencanakan dan mengelola pembangunan daerahnya sendiri, serta tuntutan bagi partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Masyarakat sebagai komponen utama dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan pariwisata daerah yang ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi masyarakat. UU No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Peran serta masyarakat dalam memelihara sumber daya alam dan budaya yang dimiliki merupakan andil yang besar dan berpotensi menjadi daya tarik wisata.

Menurut Nurmawati (2006), pengembangan wisata alam dan wisata budaya dalam perspektif kemandirian lokal merupakan perwujudan interkoneksitas dalam tatanan masyarakat yang dilakukan secara mandiri oleh tatanan itu sendiri guna meningkatkan kualitas tatanan dengan tetap memelihara kelestarian alam dan nilai-nilai budaya lokal, serta obyek wisata alam dan wisata budaya yang ada. Selama ini pengembangan pariwisata daerah ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi guna memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, saat ini perencanaan pengembangan pariwisata menggunakan community approach atau community based development. Dalam hal ini masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata serta pelayanannya, sehingga dengan demikian masyarakat diharapkan dapat menerima secara langsung keuntungan ekonomi dan mengurangi urbanisasi (Nurhayati, 2005).

Menurut Panji (2005), usaha-usaha  pengembangan  pariwisata yang  berorientasi  pada   masyarakat  lokal  masih  minim.  Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki kemampuan secara finansial dan keahlian yang berkualitas untuk mengelolanya atau terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata yang berbasiskan alam dan budaya. Sehingga perlunya partisipasi aktif masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik, menyediakan sesuatu yang terbaik sesuai kemampuan, ikut menjaga keamanan, ketentraman, keindahan dan kebersihan lingkungan, memberikan kenangan dan kesan yang baik bagi wisatawan dalam rangka  mendukung program sapta pesona, serta menanamkan kesadaran masyarakat dalam rangka pengembangan desa wisata.



B. Partisipasi Masyarakat Dalam Community based Tourism Development

Secara sederhana, konsep partisipasi terkait dengan ”keterlibatan suatu pihak dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain”.  Menurut Tikson (2001) partisipasi merupakan sebuah proses dimana masyarakat sebagai stakeholders, terlibat mempengaruhi dan mengendalikan pembangunan di tempat mereka masing-masing. Masyarakat turut serta secara aktif dalam memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses pembuatan keputusan dan perolehan sumberdaya dan penggunaannya.

Selama ini pengembangan pariwisata berbasis masyarakat menggunakan pendekatan community based tourism, dimana masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang  pembangunan pariwisata. Dengan demikian keterlibatan  pemerintah dan swasta  hanya sebatas memfasilitasi dan memotivasi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan desa wisata untuk dapat lebih memahami  tentang fenomena alam dan budayanya, sekaligus menentukan kualitas produk wisata yang ada di desa wisatanya.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengembangan desa wisata akan membawa tuntutan bagi partisipasi masyarakat. Hal ini tentunya perlu ditumbuhkan pemahaman atau persepsi yang sama dari stakeholders terkait dan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan desa wisata.



C. Pengembangan Desa Wisata

Desa wisata dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah pedesaan yang memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan dan kehidupan sosial budaya masyarakat, yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya. Selanjutnya desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku  (Nuryanti, 1993).

Menurut Julisetiono (2007), Konsep Desa Wisata, meliputi: (a) berawal dari masyarakat, (b) memiliki muatan lokal, (c) memiliki komitmen bersama masyarakat, (d) memiliki kelembagaan, (e) adanya keterlibatan anggota masyarakat, (f) adanya pendampingan dan pembinaan, (g) adanya motivasi, (h) adanya kemitraan, (i) adanya forum Komunikasi, dan  (j) adanya studi orientasi.

Mengacu pada konsep pengembangan desa wisata dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2001), maka pola pengembangan desa wisata diharapkan memuat prinsip-prinsip sebagai berikut :

a).  Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat

Suatu desa yang tata cara dan ada istiadatnya masih mendominasi pola kehidupan masyarakatnya, dalam pengembangannya sebagai atraksi wisata harus disesuaikan dengan tata cara yang berlaku di desanya.

b).  Pembangunan fisik untuk meningkatkan kualitas  lingkungan desa

Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang ada di desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pembangunan fisik yang dilakukan dalam rangka pengembangan desa seperti penambahan sarana jalan setapak, penyediaan MCK, penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada sehingga desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati wisatawan.

c).  Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian

Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan dalam pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas desa, mencerminkan kelokalan dan keaslian wilayah setempat.

d).  Memberdayakan masyarakat desa wisata

Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang ada di desa tersebut. Pengembangan desa wisata sebagai pengejawantahan dari konsep Pariwisata Inti Rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa memperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan pariwisata. Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diluar aktifitas mereka sehari-hari.

e).  Memperhatikan daya dukung dan berwawasan lingkungan

Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) harus mendasari pengembangan desa wisata. Pengembangan yang melampaui daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar tidak hanya pada lingkungan alam tetapi juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi daya tarik desa tersebut. Beberapa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa rumah-rumah penduduk (home stay), penyediaan kebutuhan konsumsi wisatawan, pemandu wisata, penyediaan transportasi lokal, pertunjukan kesenian, dan lain-lain.

Pengembangan desa wisata merupakan bagian dari penyelenggaraan pariwisata yang terkait langsung dengan jasa pelayanan, yang membutuhkan kerjasama dengan berbagai komponen penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Pada level birokrasi yang selama ini dilakukan pemerintah daerah seharusnya menindaklanjuti dengan adanya kejelasan regulasi terkait dengan pengembangan desa wisata dan usulan penetapan forum komunikasi desa wisata sebagai wadah koordinasi dan menjembatani hubungan antara masyarakat, lembaga desa wisata, perguruan tinggi, dan dunia usaha/swasta. Instansi terkait khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata perlu lebih mengintensifkan pembinaan secara berkala setiap bulan sekali dan memfasilitasi pertemuan bagi forum komunikasi desa wisata agar benar-benar dapat memberikan manfaat dalam rangka koordinasi bersama dan ajang berbagi pengalaman dari masing-masing desa wisatanya.

Pada level Dunia Usaha/Swasta, keterlibatan masyarakat khususnya generasi muda dalam kegiatan yang bersifat teknis, seperti menjadi instruktur atau pemandu kegiatan outbound perlu mendapat perhatian yang serius. Investor sebaiknya tidak hanya bergerak sebatas menanamkan modal dalam pengembangan infrastruktur pariwisata tapi perlu bekerjasama dengan masyarakat dalam rangka penguatan modal usaha mereka guna mendukung kegiatan investasi pariwisata.

Pada level masyarakat, partisipasi aktif merupakan elemen penting dalam perumusan rencana pembangunan agar mampu meningkatkan rasa percaya diri dan  menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap hasil pembangunan pariwisata berbasis masyarakat.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pengembangan desa wisata sebagai produk wisata baru sangat dipengaruhi oleh aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata. Hal ini disebabkan ketiga aspek pengembangan desa wisata tersebut memiliki peranan penting dalam meningkatkan pelayanan dan kualitas produk wisata.



D. Model Pengembangan Desa Wisata

Penentuan strategi dalam pengembangan desa wisata sangatlah penting dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan model pengembangan desa wisata sebagai rekomendasi tindak lanjut dari perencanaan wilayah pengembangan desa wisata.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu tahapan-tahapan model pengembangan desa wisata  yang diharapkan dapat diterapkan di daerah penyangga kawasan konservasi, antara lain:

a.       Dari sisi pengembangan kelembagaan desa wisata, perlunya perencanaan awal yang tepat dalam menentukan usulan program atau kegiatan khususnya pada kelompok sadar wisata agar mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat melalui pelaksanaan program pelatihan pengembangan desa wisata, seperti: pelatihan bagi kelompok sadar wisata, pelatihan tata boga dan tata homestay, pembuatan cinderamata, pelatihan guide/pemandu wisata termasuk didalamnya keterampilan menjadi instruktur outbound.

b.       Dari sisi pengembangan objek dan daya tarik wisata, perlunya perencanaan awal dari masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan dan mampu mendatangkan wisatawan dari berbagai potensi yang dimiliki oleh masyarakat, serta perlunya sosialisasi dari instansi terkait dalam rangka menggalakkan sapta pesona dan paket desa wisata terpadu.

c.       Dari sisi pengembangan sarana prasarana wisata, perencanaan awal dari pemerintah perlu diarahkan ke pengembangan sarana prasarana wisata yang baru seperti: alat-alat outbound, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata, cinderamata khas setempat, dan rumah makan bernuansa alami pedesaan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya perlu menjalin kemitraan dengan pemerintah dan pengusaha/pihak swasta.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar