Minggu, 04 Desember 2016


PAGELARAN SENI BUDAYA - GEOPARK CILETUH 


 Botram murak timel di pagelaran Seni Budaya Geopark Ciletuh




PAGELARAN SENI BUDAYA - GEOPARK CILETUH 

 Kaepuhan Bpk Agus Ridwan ( Belakang ) memang Mentor senior Bidang kesenian.Lengser Kang Yana dari Pasir ceuri Cibenda.



HAYU KA CIBENDA

Jumat, 21 Oktober 2016

PANENJOAN PASIR CEURI - CIBENDA
GEOPARK CILETUH
Panenjoan Pasir Ceuri Cibenda - GEOPARK CILETUH

Objek wisata ini terletak di Kp Pasir ceuri Desa Cibenda Kec. Ciemas Kab. Sukabumi - Jawa Barat
masuk ke dalam kawasan Geopark Ciletuh merupakan salah satu objek wisata unggulan yang ada di Desa Cibenda,
Kondisi alam yang masih Asri, udara yang sejuk, di setiap sudut pandang terhampar sawah dan ladang petani, View yang sangat cocok untuk para pecinta Alam dan para Photographer.

Jika anda ingin  melepas penat dari kesibukan dan rutinitas sehari hari, tempat inilah yang anda cari.

HAYU KA CIBENDA


Rabu, 19 Oktober 2016

GEOPARK CILETUH

KEINDAHAN ALAM PUNCAK MANIK CIBENDA 
GEOPARK CILETUH

Curug Puncak Manik Cibenda - Geopark Ciletuh


Curug ( Air Terjun ) Puncak manik ini terletak di Desa Cibenda kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi.
Suasana Alam yang sejuk dan asri. Masyarakat yang ramah dan bersahaja menjadi ciri khas dari  tempat wisata ini.
Curug Puncak Manik adalah salah satu Destinasi wisata yang ada Di Geopark Ciletuh, Curug ini merupakan curug tertinggi yang ada di aliran sungai Ciletuh.

Akses yang paling mudah untuk mencapai tempat wisata ini adalah melalui jalur / Jalan Desa Cibenda Kec. Ciemas Kab Sukabumi.

HAYU KA PUNCAK MANIK - BARAYA CIBENDA

Rabu, 12 Oktober 2016

Wisata Cibenda & Potensi SDM 
GEOPARK CILETUH
Salah satu bentuk kerajinan hasil karya anak  muda Desa Cibenda ( Kang Parman Gonrong )


Desa wisata akan lebih menarik minat wisatawan apabila dilengkapi dengan fasilitas di antaranya sentra produk kerajinan

Biasanya wisatawan akan mencari cenderamata khas objek wisata setempat, untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.

Animo wisatawan untuk belanja aneka kerajinan akan terus meningkat, sehingga sangat tepat jika di desa wisata disediakan sentra produk kerajinan setempat. 

Wisatawan selain bisa berbelanja cenderamata di sentra itu, kata dia juga bisa melihat proses pembuatannya

Produk kerajinan warga desa wisata bisa menjadi oleh-oleh bagi wisatawan yang datang, dan menginap di desa wisata setempat.

Hanya saja sampai saat ini di Desa Cibenda masih belum ada pemberdayaan semacam itu,
bahkan akses yang notabene sebagai penunjang utama masih sangat mengkhawatirkan..entahlah..

Selasa, 11 Oktober 2016

CURUG TENGAH CIBENDA
GEOPARK CILETUH
Panen Padi Ladang/Huma dg sistem Tradisional

sesuai dengan namanya curug ini terletak di tengah diantara curug yang pertama dan yang terakhir, curug ini juga memiliki keistimewaan yang tidak berkurang dari curug awang, secara lingkungan pendukung, curug ini memiliki keindahan yang sangat memukau, hutan di sepanjang aliran sungai yang masih alami , keaneka ragaman hayati, plora danpauna , berbagai jenis tanaman kayu-kayu langka bias ditemui disana, juga binatang- binatang seperti kera, lutung ( oa dalam bahasa sunda ), masih banyak terdapat disana. Pada musim kemarau air sungai di tempat ini sangat tenang dan jernih sama halnya dengan curug awang sehingga memungkinkan masyarakat dan wisatawan yang berkunjung untuk berenang di sana.


HAYU KA CIBENDA


Minggu, 02 Oktober 2016

Geopark & Masyarakat Lokal


Diharapkan masyarakat di sekitar kawasan Geopark, untuk tidak menjual tanah nya kepada para juragan pemilik modal, karena di khawatirkan pada akhirnya nanti Masyarakat hanya jadi penonton saja, jadi tamu di rumah sendiri. 
karena salah satu tujuan Geopark adalah 
Pengembangan Geowisata, dalam hal ini yang paling utama adalah pengembangan perekonomian lokal melalui kegiatan Pariwisata berbasis Alam, secara otomatis warga lokal harus berperan aktif di dalamnya, sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar akan meningkat. dalam hal ini masyarakat bukan jadi penonton melainkan Pemeran.

Sebagai sarana kerjasama yang efektif dan efisien dengan masyarakat lokal

Pengembangan Geopark di suatu daerah akan berdampak langsung kepada manusia yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan. Konsep Geopark memperbolehkan masyarakat untuk tetap tinggal di dalam kawasan, yaitu dalam rangka menghubungkan kembali nilai-nilai warisan bumi kepada mereka.Masyarakat dapat berpartisipasi aktif di dalam revitalisasi kawasan secara keseluruhan.


Jumat, 30 September 2016

PUNCAK MANIK CIBENDA
GEOPARK-CILETUH
Curug Puncak Manik Cibenda

Curug ( Air Terjun ) Puncak manik ini terletak di Desa Cibenda kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi.
Suasana Alam yang sejuk dan asri. Masyarakat yang ramah dan bersahaja menjadi ciri khas dari  tempat wisata ini.
Curug Puncak Manik adalah salah satu Destinasi wisata yang ada Di Geopark Ciletuh, Curug ini merupakan curug tertinggi yang ada di aliran sungai Ciletuh.

Akses yang paling mudah untuk mencapai tempat wisata ini adalah melalui jalur / Jalan Desa Cibenda Kec. Ciemas Kab Sukabumi.

HAYU KA PUNCAK MANIK - BARAYA CIBENDA

Kamis, 29 September 2016

PUNCAK MANIK - CIBENDA
Geopark Ciletuh

Waterfall Puncak Manik Cibenda - Geopark Ciletuh

Curug ( Air Terjun ) Puncak manik ini terletak di Desa Cibenda kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi.
Suasana Alam yang sejuk dan asri. Masyarakat yang ramah dan bersahaja menjadi ciri khas dari  tempat wisata ini.
Curug Puncak Manik adalah salah satu Destinasi wisata yang ada Di Geopark Ciletuh, Curug ini merupakan curug tertinggi yang ada di aliran sungai Ciletuh.

Akses yang paling mudah untuk mencapai tempat wisata ini adalah melalui jalur / Jalan Desa Cibenda Kec. Ciemas Kab Sukabumi.

HAYU KA PUNCAK MANIK - BARAYA CIBENDA

Explore Cibenda

Explore Cibenda - GEOPARK CILETUH

Design by Lukman

Rute Menuju Curug Puncak Manik Cibenda

Rute Menuju Curug Puncak Manik Cibenda



Rabu, 28 September 2016

Explore CIBENDA

CURUG TENGAH CIBENDA 
 GEOPARK CILETUH

Curug Tengah Cibenda

Curug Tengah merupakan Curug yang terletak diantara Curug Awang dan Curug Puncak manik di sepanjang aliran sungai Ciletuh.
Curug ini tidak terlalu tinggi jika di bandingkan dengan ke dua Curug lainnya, tapi kalo masalah keindahanya, so pasti tidak kalah menarik gan, alam yang masih sejuk pemandangan yang menawan jadi ciri khas Curug yang satu ini, 
bagi yang hobi mancing, kawasan ini salah satu spot paling ajib bagi Pemancing mania.
bagi yang suka nasris selvi2 juga luar biasa, apalagi buat para Photografer , sejuta objek ada di sini..

hayu ka Curug Tengah Cibenda.



Senin, 26 September 2016

WISATA CIBENDA
GEOPARK CILETUH




Cibenda merupakan sebuah Desa yang terletak di wilayah Sukabumi Selatan, Tepatnya di Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi - Jawa Barat.
Suasana yang masih serba alami, Adat Budaya yang masih sangat kental, keadaan Alam yang masih Asri, Masyarakat yang bersahaja menjadi salah satu ciri khas dari Desa yang satu ini.

Desa Cibenda masuk ke dalam kawasan Geopark Ciletuh, Aliran sungai Ciletuh mengalir di sepanjang wilayah Cibenda, Sungai ini juga menjadi batas alam antara Desa Cibenda dan Desa Tamanjaya, 
Keindahan Alam yang sangat luar biasa membentang di sepanjang wilayah Desa Cibenda, menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib untuk di kunjungi.
salah satu Objek Wisata di Desa ini adalah :

1. Curug Puncak Manik
2. Curug Awang
3. Curug Tengah
4. Panenjoan Pasir Ceuri
5. Panenjoan Sempur Gablog 
dan lainya.


Ciletuh adalah nama sebuah tempat yang lokasinya berada di desa cibenda kecamatan ciemas kabupaten sukabumi, Jawa barat Indonesia .
Ciletuh sendiri merupakan sebuah tempat yang sangat luar biasa karena selain pemandangannya yang sangat memukau juga terdapat 3 waterpall atau warga sekitar menebutnya curug yang dalam bahasa Indonesia berarti air terjun ,yang sangat indah, 
Curug yang paling hulu dinamakan curug awang, sesuai dengan namanya awang berarti tinggi, curug ini memang memiliki ketinggian sekitar 40 m,lebar 60 m, selain itu keadaan alam yang mengelilingi curug ini juga sangat memanjakan indra penglihatan, sehingga tidak berlebihan jika banyak orang yang berkunjung ke sana menyebut kawasan ini sebagai amazon Asia. Kekayaan alam yang melimpah seperti ikan yang terdapat di sungai yang masih alami dan terpelihara dengan baik , di kawasan ini masyarakat bias menangakap ikan yang sangat melimpah dengan cara dipancing, atau orang sunda menyebutnya dengan nguseup.
Curug yang kedua dinamakan curug tengah, sesuai dengan namanya curug ini terletak di tengah diantara curug yang pertama dan yang terakhir, curug ini juga memiliki keistimewaan yang tidak berkurang dari curug awang, secara lingkungan pendukung, curug ini memiliki keindahan yang sangat memukau, hutan di sepanjang aliran sungai yang masih alami , keaneka ragaman hayati, plora danpauna , berbagai jenis tanaman kayu-kayu langka bias ditemui disana, juga binatang- binatang seperti kera, lutung ( oa dalam bahasa sunda ), masih banyak terdapat disana. Pada musim kemarau air sungai di tempat ini sangat tenang dan jernih sama halnya dengan curug awang sehingga memungkinkan masyarakat dan wisatawan yang berkunjung untuk berenang di sana.
Curug yang terakhir ini yang paling Istimewa, curug ini dinamakan dengan curug puncakmanik, sesuai dengan namanya puncak berarti tertinggi curuk ini memang yang paling tinggi diantara curug – curug yang lainnya.curug ini bertihap seperti tangga yang menambah keistimewaannya, kondisi alam yang masih sangat alami ditambah dengan disebelah selatan curug ini terdapat kebun kelapa masyarakat yang terawat dan berbuah lebat, sehingga memungkinkan pengunjung untuk menikmati air buah kelapa segar.di samping itu masyarakat sekitar ada sebagian yang bermatapancaharian sebagai produsen gula kelapa, atau orang sunda menyebutnya tukang sadap, gula di tempat ini sangat istimewa karena diproduksi dengan cara alami, tanpa bahan kimia sehingga mutu dan kesehatanny terjamin, pengunjung juga bisa menikmati cimlung kelapa atau ada juga cimplung ubi, makanan khas warga sekitar yang sangat enak dan menyehatkan, cara membuatnyapun sangat mudah dan sederhana, cukup dengan mengupas ubi atau daging kelapa, kemudian di masukan ( cimplungkan dalam bahasa sunda ) kedalam olahan aren kelapa yang sedang mendidih setelah beberapa saat diangkat lalu di tiriskan, maka jadilah rebusan daging kelapa atau rebusan ubi berbalut gula murni.

Selain keindahan alam sisepanjang aliran sungai ciletuh ini yang paling menarik dan sangat berharga adalah bebatuan yang terdapat di sana. Batu tertua dipulau jawa terdapat di kawasan ciletuh ini.batu ini menjadi objek penelitian para ahli geologi dari berbagai belahan dunia juga para ahli geologi domestic. Salah satu batu yang paling menarik adalah batu Ukir , batu ukir bentuknya sangat indah seperti  ukiran batik yang menjadi budaya bangsa Indonesia, batu ini terbentuk sekitar 2,5 juta tahun yang lalu, akibat dari pergeseran lempeng bumi, yang mengakibatkan keluarnya lahar panas dari dalam perut bumi dan menghancurkan bebatuan di wilayah ini, seiring dengan waktu berjalan dan dengan reaksi alam  maka bebatuan ini terbentuk kembali.
Masih banyak jenis bebatuan yang terdapat disana yang terbantuk oleh gejala alam pada jutaan tahun yang lalu, hal iilah yang menarik para peneliti untuk mempelajari dan meneliti bebatuan purba ini.

Kawasan ini berada di ujung desa cibenda di pelosok pedesaan yang masih asri, untuk mengakses ke kawasan ini memerlukan seseorang yang mengerti dan paham seluk beluk dan lingkungan alam disana hal ini sangat diperlukan untuk menghindari kalau kalau pengunjung tersesat di tengah kawasan, dan untuk memudahkan pengunjung mengunjungi objek – objek yang di inginkan.
Untuk mengakses kawasan ini bisa langsung mengikuti akses jalan ke desa Cibenda kecamatan ciemas kabupaten sukabumi. Disana pengunjung akan sangat mudah mendapatkan informasi mengenai kawanan Ciletuh ini.disana juga pengunjung bisa mendapatkan dengan mudah pemandu wisata yang sangat mengerti dengan lingkungan alam Kawasan  Ciletuh.

Minggu, 25 September 2016

POTENSI WISATA DI DESA CIBENDA - GEOPARK CILETUH
BARAYA CIBENDA


Curug Puncak Manik Cibenda

Cibenda merupakan sebuah Desa yang terletak di wilayah Sukabumi Selatan, Tepatnya di Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi - Jawa Barat.
Suasana yang masih serba alami, Adat Budaya yang masih sangat kental, keadaan Alam yang masih Asri, Masyarakat yang bersahaja menjadi salah satu ciri khas dari Desa yang satu ini.

Yang sangat disayangkan adalah pembangunan Desa yang sangat minim, Akses jalan utama yang semakin hari semakin rusak, hampir tidak ada perbaikan selama Sepuluh tahun terakhir, entah apa sebabnya, namun dibalik semua itu Potensi yang sangat luar biasa terkandung di dalam nya.

Diantaranya adalah kreatifitas anak muda nya. salah satunya Sebut saja Kang Parman Gondrong.
anak muda yang satu ini memiliki segudang kreatifitas yang luar bisa, dia merupakan penggagas Alat Musik Gitar yang terbuat dari bambu di Desa Cibenda, juga berbagai kerajinan Kreatif terlahir dari tangan nya. ide-ide yang brilian senantiasa muncul secara spontanitas.




Gitar Bambu Karya Kang Parman Gondrong


Desa Cibenda masuk ke dalam kawasan Geopark Ciletuh, Aliran sungai Ciletuh mengalir di sepanjang wilayah Cibenda, Sungai ini juga menjadi batas alam antara Desa Cibenda dan Desa Tamanjaya, 
Keindahan Alam yang sangat luar biasa membentang di sepanjang wilayah Desa Cibenda, menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib untuk di kunjungi.
salah satu Objek Wisata di Desa ini adalah :

1. Curug Puncak Manik
2. Curug Awang
3. Curug Tengah
4. Panenjoan Pasir Ceuri
5. Panenjoan Sempur Gablog 
dan lainya.

Puncak Manik
Curug Awang

Panenjoan Pasir Ceuri

Curug Tengah
Kantor Desa Cibenda









PUNCAK MANIK - CIBENDA

PUNCAK MANIK - CIBENDA

Curug Puncak Manik




Curug ( Air Terjun ) Puncak manik ini terletak di Desa Cibenda kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi.
Suasana Alam yang sejuk dan asri. Masyarakat yang ramah dan bersahaja menjadi ciri khas dari  tempat wisata ini.
Curug Puncak Manik adalah salah satu Destinasi wisata yang ada Di Geopark Ciletuh, Curug ini merupakan curug tertinggi yang ada di aliran sungai Ciletuh.

Akses yang paling mudah untuk mencapai tempat wisata ini adalah melalui jalur / Jalan Desa Cibenda Kec. Ciemas Kab Sukabumi.


Rute  Menuju Curug Puncak Manik - Cibenda





Jumat, 23 September 2016

Curug Puncak Manik - Cibenda

Curug Puncak Manik - Cibenda

 Curug Puncak Manik



Panenjoan Pasir Ceuri Cibenda



Curug ( Air Terjun ) Puncak manik ini terletak di Desa Cibenda kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi.
Suasana Alam yang sejuk dan asri. Masyarakat yang ramah dan bersahaja menjadi ciri khas dari  tempat wisata ini.
Curug Puncak Manik adalah salah satu Destinasi wisata yang ada Di Geopark Ciletuh, Curug ini merupakan curug tertinggi yang ada di aliran sungai Ciletuh.

Akses yang paling mudah untuk mencapai tempat wisata ini adalah melalui jalur / Jalan Desa Cibenda Kec. Ciemas Kab Sukabumi.




Selasa, 20 September 2016

ORANG SUNDA



ORANG SUNDA




A. Mencari sejarah sunda dengan dua perahu
Sudah sejak tahun 1950-an orang Sunda gelisah dengan sejarahnya. Lebih-lebih generasi sekarang, mereka selalu mempertanyakan, betulkah sejarah Sunda seperti yang diceritakan orang-orang tua mereka? Katanya, kekuasaannya membentang sejak Kali Cipamali di timur terus ke barat pada daerah yang disebut sekarang Jawa Barat dengan Prabu Siliwangi sebagai salah seorang rajanya yang bijaksana. Betulkah? Sejarah Sunda memang tidak banyak berbicara dalam percaturan sejarah nasional. "Yang diajarkan di sekolah, paling hanya tiga kalimat," kata Dr Edi Sukardi Ekadjati, peneliti, sejarawan dan Kepala Museum Asia Afrika di Bandung. Isinya singkat saja hanya mengungkap tentang Kerajaan Sunda dengan Raja Sri Baduga di daerah yang sekarang disebut Jawa Barat, lalu runtuh. Padahal, kerajaan dengan corak animistis dan hinduistis ini sudah berdiri sejak abad ke-8 Masehi dan berakhir eksistensinya menjelang abad ke-16 Masehi. Kisah-kisahnya yang begitu panjang, lebih banyak diketahui melalui cerita lisan sehingga sulit ditelusuri jejak sejarahnya. Tetapi ini tidak berarti, nenek moyang orang Sunda di masa lalu tidak meninggalkan sesuatu yang bisa dilacak oleh anak cucunya karena kecakapan tulis-menulis di wilayah Sunda sudah diketahui sejak abad ke-5 Masehi. Ini bisa dibuktikan dengan prasasti-prasasti di masa itu.

Memang peninggalan karya tulis berupa naskah di masa itu hingga kini belum dijumpai. Tetapi setelah itu ditemukan naskah kuno dalam bahasa dan huruf Sunda Kuno, yakni naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian yang selesai disusun tahun 1518 M dan naskah Carita Bujangga Manik yang dibuat akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16. Suhamir, arsitek yang menaruh minat besar dalam sejarah Sunda menjuluki naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian sebagai "Ensiklopedi Sunda".

Naskah-naskah lainnya adalah Cariosan Prabu Siliwangi (abad ke-17 atau awal abad ke-18), Ratu Pakuan, Wawacan Sajarah Galuh, Babad Pakuan, Carita Waruga Guru, Babad Siliwangi dan lainnya.

NASKAH Sanghyang Siksa Kana Ng Karesian dan Carita Bujangga Manik disusun pada zaman Kerajaan Sunda-Pajajaran masih ada dan berkembang. Karena itu, dilihat dari kacamata sejarah, kedua naskah tersebut bisa jadi sumber primer. Sedangkan naskah-naskah lainnya yang disusun setelah Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh termasuk sumber sekunder. Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh pada tahun 1579.

Kedua naskah tersebut ditulis dengan bahasa dan huruf Sunda Kuno. Sedangkan naskah lainnya ada yang ditulis dengan bahasa dan huruf Jawa, bahasa dan huruf Arab, bahasa Jawa-Sunda atau huruf Jawa tapi bahasanya bahasa Sunda seperti naskah Carita Waruga Guru dan bahasa Melayu dan huruf Latin. Sampai tahun 1980-an, pembuatan naskah Sunda masih terus berlangsung meskipun dalam bentuk penyalinan.

Naskah Siksa Kanda Ng Karesian dan Carita Bujangga Manik ditulis di atas daun lontar dan daun palem. Naskah-naskah lainnya ada pula yang ditulis di daun nipah, daun enau atau daun kelapa. Cara menulisnya dikerat/digores dengan menggunakan alat yang disebut peso pagot, sejenis pisau yang ujungnya runcing. Sedangkan naskah-naskah yang lebih muda menggunakan kertas sebagai pengganti daun dan ditulis dengan menggunakan tinta.

Sebagian naskah-naskah itu ada yang tersimpan di museum baik di dalam maupun di luar negeri. Tetapi sebagian besar lainnya disimpan di rumah penduduk atau tempat-tempat tertentu yang dikeramatkan karena naskah dianggap sebagai barang sakral. Pemegangnya juga orang tertentu saja.

Karena cara penyimpanan yang tidak memenuhi syarat, adakalanya naskah rusak berat sehingga tidak bisa terbaca lagi. Naskah di Lengkong, Kuningan misalnya, tahun 1982 masih bisa dibaca. "Tetapi ketika saya datang lagi ke sana pada tahun 1987, naskah sudah tidak bisa direkontruksi lagi," keluh Ekadjati.

Tetapi ada juga naskah-naskah yang sudah tidak disimpan dengan baik karena ahli warisnya merasa tidak mempunyai kepentingan lagi. Di Banjaran, sebuah daerah yang letaknya di Bandung Selatan, naskah yang mereka miliki disimpan di kandang ayam karena rumah sedang dibongkar. Atau ada pula yang menyimpannya di atas langit-langit dapur, sehingga warnanya menjadi kuning kehitam-hitaman.

Dengan cara penyimpanan seperti itu, apalagi berasal dari bahan-bahan yang mudah lapuk, dalam beberapa tahun saja tidak mustahil naskah-naskah tersebut tidak akan berbekas lagi, sebelum diteliti. Setelah terlambat, baru kemudian kita menyadari telah kehilangan sejarah atau kekayaan budaya.

Sebelum pengalaman pahit ini terjadi, Edi S Ekadjati dengan bantuan Toyota Foundation kemudian mengabadikannya dalam bentuk mikro film. Sekarang, sekitar 2000 naskah dari mikro film tersebut dimasukkan ke komputer sehingga suatu saat, bisa dibuat katalog yang lebih lengkap. Ini melengkapi katalog naskah Sunda yang sudah ada sekarang, yang memuat 1904 naskah.

DARI sejumlah naskah tersebut, 95 naskah ditulis dalam huruf Sunda Kuno, 438 ditulis dalam huruf Sunda-Jawa, 1.060 ditulis dengan huruf Arab (Pegon) dan 311 naskah lainnya ditulis dengan huruf Latin. Selain itu masih ada 144 naskah yang menggunakan dua macam aksara atau lebih, yakni Sunda-Jawa, Arab dan Latin.

Dilihat dari jenis karangannya, naskah sejarah hanyalah sekitar 9 persen dan naskah sastra sejarah 12 persen. Sebagian besar lainnya, 25 persen berupa naskah sastra, dan naskah agama 15 persen. Sayang, walaupun jumlahnya banyak, baru sedikit sekali yang diteliti. Eddi S. Ekadjati memperkirakan baru sekitar 100-125 judul saja yang diteliti. Ini berarti, tantangan untuk para peneliti dalam meneliti sejarah Sunda masih sangat besar.

Penelitian tersebut, menurut Edi S. Ekajati, idealnya dilakukan dulu secara filologis karena ilmu yang menggarap naskah itu ialah filologi. Baru kemudian hasil suntingan filolog tersebut dijadikan obyek atau bahan studi ilmu-ilmu lain sesuai dengan jenis isi naskahnya. Sulitnya, sangat sedikit filolog yang tertarik terhadap naskah Sunda.

Belum lagi, lebih sedikit lagi yang bisa membaca huruf Sunda Kuno -- itupun sebagian diantaranya berasal dari disiplin lain. Atja dan Saleh Danasasmita misalnya, keduanya sudah meninggal. Sedangkan lainnya Ayatrohaedi dan Hasan Djafar (arkeologi) lalu Kalsum dan Undang A Darsa. Edi S Ekadjati sebenarnya berlatar belakang sejarah. Tetapi karena minatnya yang besar terhadap sejarah Sunda, akhirnya mengharuskan ia mendalami filologi, sehingga dia acapkali dijuluki "berada di dua perahu". Dia mengakui, karena terbatasnya filolog yang berminat, maka jika seseorang ingin mengetahui sejarah Sunda maka ia harus berada "di dua perahu".

SEJARAH Sunda sangat boleh jadi berbeda dibanding sejarah etnis lain di Indonesia karena daerah ini tidak banyak mewariskan peninggalan berupa prasasti atau candi, tetapi lebih banyak berupa naskah yang kini tersimpan di museum atau tempat-tempat lainnya. Di Perpustakaan Nasional saja misalnya, terdapat 89 naskah Sunda Kuno sedangkan yang sudah dikerjakan barulah tujuh naskah.

Tetapi dari sedikit naskah itu, menurut Edi S. Ekadjati, ternyata sudah memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap sejarah Sunda. Baik mengenai daftar raja yang memerintah dan masa pemerintahannya serta peristiwa-peristiwa sekitar yang terjadi pada saat itu, sehingga walaupun belum secara lengkap sudah bisa disusun raja-raja Sunda yang memerintah selama kurang lebih 800 tahun. Yakni, sejak Sanjaya yang memerintah pada abad ke-8 sampai Raja Sunda terakhir pada tahun 1579. Bahkan dengan naskah Siksa Kanda Ng Karesian yang ditulis pada masa Sri Baduga Maharaja, diketahui beberapa aspek kebudayaan Sunda saat itu. Sri Baduga Maharaja,dalam cerita rakyat diidentikkan dengan Prabu Siliwangi.

Jalan untuk menyingkap tabir sejarah Sunda masih panjang. Di Perpustakaan Nasional saja, masih 82 naskah lagi yang belum digarap. Walau demikian, Edi S Ekadjati optimis, suatu saat sejarah Sunda bisa disusun lebih lengkap dan jelas. Salah satu harapannya diletakkan pada jerih payah Ali Sastramidjaja atau Abah Ali, seorang peminat sejarah Sunda, yang kini sedang menggarap naskah Ciburuy bersama teman-temannya. (Her Suganda)



B. Sejarah Pasundan mulai terkuak
Prasasti koleksi Museum Adam Malik Jakarta, ikut memperkuat dugaan adanya kesinambungan Kerajaan Pasundan dengan Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah. Bahkan bila dikaitkan dengan temuan-temuan prasasti di Jawa Barat termasuk temuan tahun 90-an, prasasti ini ikut memberi titik terang sejarah klasik di Tanah Pasundan yang selama ini masih gelap.

Kepala Bidang Arkeologi Klasik pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Dr Endang Sri Hadiati didampingi peneliti arkeologi spesialis Sunda, Richadiana Kartakusuma SU, mengemukakan itu saat ditemui Kompas di ruang kerjanya di Jakarta, Senin (20/2). Keduanya ditemui dalam kaitan dengan Sejarah Klasik Sunda yang selama ini masih gelap, bila dibanding dengan sejarah klasik di Jawa Tengah, yang telah mampu memberikan sejarah lebih runtut.

Bila benar dugaan adanya kesinambungan antara Raja Sunda dan Jawa Tengah ini, maka ini merupakan asumsi sejarah baru dalam perkembangan sejarah nasional selama ini. Endang Sri Hadiati menyatakan, kesinambungan atau adanya dugaan hubungan antara Kerajaan Pasundandan kerajaan di Jawa Tengah itu disebut-sebut dalam lontar Carita Parahiyangan yang ditemukan Ciamis, Jawa Barat.
Lontar yang ditemukan tahun 1962 ini mengisahkan tentang raja-raja Tanah Galuh Jawa Barat. Salah satu lontar dari Carita Parahiyangan yang belum diketahui angka tahunnya itu di antaranya menyebut nama Sanjaya sebagai pencetus generasi baru yang dikenal dengan Dewa Raja.

Apa yang disebut dalam Carita Parahiyangan, menurut Richadiana, ada kesamaan makna dengan prasasti yang ditemukan di Gunung Wukir, yang berada di antara daerah Sleman dan Magelang (Jawa Tengah). Prasasti batu abad VII yang kemudian disebut sebagai Prasasti Canggal itu secara jelas menyebut, bahwa di wilayah itu telah berdiri wangsa atau kerajaan baru dengan Sanjaya nama rajanya, atau dikenal kemudian sebagai Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

"Saya belum berani memastikan adanya kesinambungan Raja Sunda dan Jawa. Yang pasti, Carita Parihiyangan yang berisi tentang cerita raja-raja Galuh itu, salah satunya menyebut nama Sanjaya yang membuat kerajaan baru, dan itu sama persis yang disebutkan dalam prasasti Canggal di Jawa Tengah," tegas Richadiana.

Menurut Richadiana, dugaan itu diperkuat pula dengan prasasti yang dikoleksi oleh Adam Malik (almarhum), yang dikenal dengan prasasti Sragen (ditemukan di Sragen Jateng). Richadiana tidak tahu persis kapan prasasti itu dikoleksi Adam Malik. Yang pasti, prasasti itu isinya juga bisa menjadi fakta adanya dugaan kesinambungan antara Kerajaan Pasundan dan Jawa.



Dua abad hilang
Endang Sri Hadiati dan Richadiana mengakui, sejarah Pasundan memang masih gelap, artinya belum mempunyai alur sejarah yang mendekati pasti.

"Tonggak sejarah klasik Jawa Barat hanya pada 6 buah prasasti Raja Tarumanegara sekitar abad V. Temuan prasati lain tidak mendukung adanya kelanjutan sejarah, karena selisih waktunya berabad-abad," tandasnya.
Namun begitu, jika dicermati dan dikaitkan dengan temuan tahun 90-an ini, sebenarnya hanya rentang waktu dua abad saja sejarah Klasik Sunda yang hilang, bila dihitung sejak Raja Tarumanegara, yaitu antara abad ke V - VII.

Richadiana mengatakan, setelah abad Raja Tarumanegara V sampai abad ke VII memang tidak ditemukan prasasti. Namun lontar Carita Parahiyangan mengisahkan adanya kehidupan raja-raja di Tanah Galuh pada abad VII, disusul kemudian adanya temuan prasasti abad VIII Juru Pangambat. Prasasti ini ditemukan di seputar prasasti Tarumanegara, yang mengisahkan tentang adanya seorang pejabat tinggi yang bernama Rakai Juru Pangambat.

Menurut Richadiana, prasasti Huludayueh yang ditemukan di Cirebon tahun 1990 mengisahkan bahwa antara abad 10 sampai 12 hidup seorang Raja bernama Pakuan. Sebelum itu ditemukan prasasti di Tasikmalaya yang dikenal dengan prasasti Rumatak. Prasasti berangka tahun 1.030 ini mengisahkan bahwa pada masa itu hidup seorang Raja Jaya Bupati.

"Sebenarnya kalau kita runut prasasti-prasasti itu sudah mengindikasikan adanya urutan sejarah klasik Sunda. Tidak ada peminat yang mempelajari sejarah klasik orang Sunda, selain orang Sunda sendiri. Itu yang menyebabkan sejarah Sunda seperti merana,"tegasnya. (top)
KOMPAS, Selasa, 21-02-1995. Hal. 16
PUSAT INFORMASI KOMPAS
Palmerah Selatan 26-2



PENJELASAN PRASASTI HULU DAYEUH

Sejarah Jawa Barat hingga kini memang masih agak gelap, bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Nusantara. Oleh karena itu setiap temuan arkeologi dari Jawa Barat senantiasa mengundang perhatian dan rasa penasaran para pakar kebudayaan yang menggumuli masalah sejarah Sunda (Jawa Barat).

Untuk itu saya mengemukakan beberapa hal yang berkenaan dengan Prasasti Hulu Dayeuy yang diungkapkan oleh Bapak Muchtar MS (Kepala Seksi Kebudayaan, Kndep Dikbud Cirebon) kepada wartawan yang telah dimuat beberapa waktu lalu dalam Kompas, Selasa 31 Desember 1991 (pada halaman 12, kolom 1-3).

Prasasti Hulu Dayeuh tersebut bukan berasal dari (Predu) Ratudewata, tetapi kemungkinan ada hubungannya dengan Jayadewata (Raja Pakwan-Pajajaran abad ke-15 Masehi). Raja ini sama dengan SriBaduga Maharaja atau Raden pamanah Rasa alias Sang Udubasu di dalam Carita Parahiyangan, sesuai dengan yang disebutkan dalam rasasti Hulu Dayeuh itu sendiri (baris ke-11). Tetapi belum berarti bahwa prasasti tersebut dikeluarkan oleh Raja Jayadewata.

Perlu kiranya diketahui bahwa Jayadewata tidak sama dengan Ratudewata. Kedua raja ini memerintah di Pakwan-Pajajaran tetapi personilnya berbeda. Bila Jayadewata memerintah pada tahun 1482-1521 Masehi (39 tahun) maka (Prebu) Ratudewata memegang tampuk Pakwan-Pajajaran tahun 1535-1543 Masehi (8 tahun).

Bagian atas batu yang diduga mencantumkan pertanggalan prasasti tesebut patah, dan aksaranya pun turut hilang serta sebagian lagi ada yang akur, sehingga kronologi prasasti belum dapat diketahui dengan pasti. Keausan aksara itu mungkin karena semula letak batu prasastinya terbalik dengan posisi bagian atas tertanam dalam tanah, namun kini batu tesebut telah diletakkan sebagaimana mestinya.

Bentuk hurufnya diketahui beraksasa Pasca Pallava, mirip dengan aksara dalam prasasti-prasasti masa Kayuwangi-Balitung (abad ke 9-10 Masehi), bukan Kayuwanci-Belitung seperti berita terdahulu.

Demikianlah ralat ini, dan sama sekali tidak dimaksudkan menyinggung perasaan Bapak Muchtar MS, hanya sekadar membenarkan apa yang mungkin dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, dalam menginterpretasikan sejarah Jawa Barat, khususnya yang berkaitan dengan Prasasti Hulu Dayeuh.

Dalam hal ini saya merasa bertanggungjawab karena saya yang mengatakan keterangan di atas secara lisan kepada Bapak Muchtar MS ketika mengadakan penelitian arkeologi di daerah Sumber, Cirebon.

Sumber :
Dr Edi S. Ekadjati, KOMPAS, Selasa, 01-02-1994. Hal. 20. PUSAT INFORMASI KOMPAS, Palmerah Selatan 26-28, JAKARTA 10270
KOMPAS, Selasa, 21-02-1995. Hal. 16
Richadiana Kartakusuma, Staf Peneliti Bidang Arkeologi Klasik, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.